Berkunjung ke Masjid Pintu 1000 Tangerang
Marhaban
yaa Ramadhan..
Alhamdulillah
ya guys, kita udah ketemu lagi sama bulan suci yg penuh rahmat ini hehehe.
*mendadak ustadz*. Meskipun puasa tapi harus tetap beraktivitas dan gak lupa
juga tetap jalan-jalan hahaha! Apalagi jalan-jalan sambil mengisi waktu
nagbuburit menjelang buka puasa. Cocok!
Perjalanan
gue kali ini mungkin agak beda dari trip-trip gue sebelumnya. Bisa dibilang
wisata religi lah ya.. Karena apa? Kali ini gue nyoba jelajah dan mengunjungi
sebuah bangunan yang unik dan beda dengan yg lain pastinya. Masjid Pintu Seribu
di Tangerang. Masih di kota tempat gue tinggal, jadi gak perlu waktu berjam-jam
atau berhari-hari buat datang ke sini.
Welcome |
Jalan kampung yg membelah bangunan masjid |
Masuk, tempat pengisian buku tamu dan tempat wudhu & sholat |
Mungkin
banyak orang tahu nama masjid ini adalah Masjid Pintu 1000. Tapi nama
sebenarnya adalah Masjid Nurul Yaqin yg terletak di Kampung Bayur, Kelurahan
Peruk Jaya, Kecamatan Periuk, Tangerang, Banten. Lengkap banget kan alamatnya
hehehe.. untuk lebih jelasnya bisa di-search di google maps ya! Gue berangkat
menuju tempat ini jam 3 sore. Karena gak begitu jauh dari tempat gue, sekitar
30 menit gue sampe di masjid unik ini. Saat itu gue dateng berdua sama my
travelmate, siapa lagi kalo bukan Andy hahaha. Niat awalnya cuma pengen tau
seperti apa sih masjid pintu 1000 itu dan sekaligus sholat Ashar di sana. Menuju
kesini, kita akan melewati perkampungan warga. Sempat kelewat gang masuk ke
arah masjid ini, akhirnya gue sampe di pelataran masjid yang ternyata punya 2
bangunan yg dibelah sama jalanan kampung yg gak begitu lebar, hanya muat 1
mobil. Dan saat jalanan ini membelah bangunan masjid, seakan-akan kita melewati
terowongan karena di atas jalanan ini adalah bangunan penghubung antara kedua
bangunan. Gue dan Andy nyari tempat parkir dan setelah itu sholat Ashar. Sempat
agak kesal waktu itu * lalu istighfar*, karena kebingungan nyari tempat wudhu
dan sholat. Ini masjid pertama yg lokasi wudhunya bikin gue bingung heheehe.
Ternyata tempat wudhunya ada di dalam, bangunan tempat tamu datang dan kalo
saat itu gelap, cuma ada lilin dibeberapa titik. Awalnya ngerasa aneh sama
tempat ini. Kenapa lampunya gak dinyala’in ya? Sampe gue nemu tempat wudhu dan
tempat sholat, gue pake senter dari handphone gue. Mulai di sini lah gue mulai
sadar dengan nama masjid yg gue datengin, masjid pintu seribu, banyak sekali
pintu dan ruangan yg bikin bingung.
tempat sholat |
Di
tempat sholat, gak beda jauh seperti tempat sholat di mushola-mushola lainnya. Memanjang
dan dindingnya dipenuhi hiasan kaligrafi yg unik. Di sini pula ada makam pendiri
masjid, yang bernama Syekh Ami Al Faqir Mahdi Hasan Alqudrotillah Almuqoddam.
Makamnya terletak disamping tempat sholat tadi. Setalah sholat Ashar, gue sama
Andy keluar dari tempat ini dan berniat buat mengeksplor lebih jauh keunikan
bangunan masjid ini. Kita kembali ke ruangan awal yg sekilas mirip lobby
hehehe. Di mana di situ kita bisa mengisi buku tamu untuk kunjungan.
Mirip benteng |
Pintu masuk ruang tasbih |
Setelah
beberapa lama menunggu, akhirnya gue berniat buat masuk ke dalam bangunan kedua
dari masjid ini yg bentuknya mirip sebuah benteng tinggi. Awalnya gue gak tau
kalo di dalam ada ruangan yg bisa dipakai untuk berdoa. Pokoknya niat awal cuma
pengen masuk dan pengen naik sampe atas bangunan buat dapet view bagus koleksi
foto-foto gue. Sempat bingung juga gimana cara masuk karena pintunya dikunci. Akhirnya
ada satu rombongan keluarga yg akan masuk bangunan masjid yg terkesan kuno itu.
Gue sama Andy pun ngikut aja di belakang rombongan kaya penyelundup hehehe. Tapi
udah sempat bilang ke salah satu mbak-mbak yg ada di rombongan kalo kita pengen
ikut gabung masuk hehe.
Pintu
terbuka. Gak lupa gue ucapkan salam dan bismillah karena gue yakin jalur yg
bakal gue lewatin adalah lorong sempit dan gelap, dengan harapan gak terjadi
apa-apa. Formasi gue nomor 2 dari belakang dan Andy ada di posisi paling
belakang sambil membawa sebuah senter yg tadi kita beli di depan sebelum pintu
masuk. Yaa Allah.... sumpah gue mulai cemas sama perjalanan menyusuri lorong
saat itu. Belum begitu gelap karena masih dibantu oleh cahaya senter. Berjalan
mengikuti pemandu yg ada paling depan dari rombongan. Benar-benar sempit dan
muat hanya 1 orang saja. Dinding yg
tersusun dari batu bata ini sesekali terasa lembab saat gue sentuh. Lantainya pun
hanya berupa tanah yg juga lembab. Di kanan kiri pun banyak sekali pintu
menyerupai labirin yg seakan-akan siap menjebak dan mengecoh kita. Pintu-pintu
itu gak begitu tinggi, mengingat ruangan yg gue masukin bersama rombongan ini pun
juga lorongnya tidak begitu tinggi sehingga kita harus benar-benar menundukkan
kepala, apalagi Andy yg notabene berbadan jangkung hahhahaha (sukurinnn).
Selama perjalanan di dala lorong menyerupai ruang bawah tanah ini pun kita
membaca shalawat nabi bersama-sama. Momen ini yg sempat bikin gue merinding. Setelah
melewati liku-liku, akhirnya sampai lah kita di sebuah ruangan yg lebar dan gak
bikin kita membungkuk, yg dinamakan ruang tasbih. Sang pemandu menghimbau kita
untuk duduk menghadap kiblat dan tidak dianjurkan untuk menyalakan lampu
senter. Antara pria dan wanita duduk agak terpisah sehinggga tidak bercampur
menjadi satu. Lampu ber-watt rendah yg menjadi satu-satunya penerang ruangan
ini pun dimatikan. GELAP!!!! We’re in the darkness right now! Benar-benar
gelap! Telapak tangan pun gak kelihatan, bahkan muka orang-orang yg ada di
samping kita pun tak terlihat. Gue duduk si samping Andy, dibelakang rombongan
laki-laki yg gue ikuti sejak tadi. Sang pemandu akan memandu doa, mulai menjelaskan
tentang ruangan tasbih itu, meyampaikan kalimat-kalimat pemecah keheningan, dan
membuat hampir semua orang yg ada di tempat itu menangis! Ya, menangis.
Bagaimana tidak? Di dalam ruangan itulah kita bisa introspeksi diri, sejenak
merenung betapa banyak dosa yg telah kita perbuat. Ruangan itu pulalah yg bisa
membuat kita seakan-akan berada dan membayangkan saat berada di alam kubur
nanti, gelap, dan sendiri! Di ruangan itu mungkin kita masih bisa minta
pertolongan atau menyentuh teman yg ada di samping kita, namun di alam kubur,
hanya amalan-amalan baik kita lah yg mampu menolong. Benar-benar tangis pecah
saat itu di antara gelapnya ruang tasbih. Setelah berdoa bersama, sang pemandu
pun kembali menyalakan lampu. Kita kembali bisa lihat wajah kita satu sama
lain, dan gue juga bisa lihat gigi gingsul Andy lagi hahhaa. Gue ga bisa ambil
foto di ruangan ini karena tidak dianjurkan buat foto-foto di tempat ini,
apalagi selfie pake tongsis, kamera go pro, trus lensa superwide. #lupakan! Di
ruangan itu lah akhirnya gue bisa lihat tasbih raksasa yg terbuat dari kayu,
tergeletak di lantai keramik yg ada di sebuah ruangan kecil dan terlihat oleh
bantuan cahaya senter. Subhanallah. Sebutir tasbih hampir sebesar kepalan
tangan orang dewasa, bahkan lebih besar sepertinya. Setelah semuanya selesai,
kita semua kembali keluar dan melewati lorong-lorong sempit tadi.
Halaman depan masjid pintu 1000 |
Keluar
dari ruang tasbih, gue dan Andy sempat keliling di sekitar bangunan masjid yg
gue bilang mirip benteng tadi. Gue juga bisa ke area atas dari bangunan ini dan
mengabadikan beberapa jepret foto yg gue ambil dari beberapa angle. Meski
dihinggapi rasa takut, tai bismillah aja, gue niat pengen lihat-lihat bangunan
masjid yg katanya juga tempat pesantren ini. Meski ada banyak bangunan di
beberapa sisi yg nampak lusuh, kotor, dan runtuh, justru ini yg membuat kesan
beda dari bangunan ini. Bagian atasnya ada bendera merah ptih yg berkibar di
pucuk bangunan. Tiang-tiang besar dan hiasan kaligrafi menambah eksotisme
masjid yg memiliki banyak pintu dan ruangan ini. Sangat disayangkan, sepertinya
tangan-tangan jahil memanfaatkan bangunan yg terkesan terbengkalai ini sebagai
media untuk berekspresi yg tidak pada tempatnya, alias vandalisme. Astaghfirullah,
ternyata tempat seperti ini juga dikotori para alay yg bisa gambar tapi gak
mampu beli kertas gambar atau kanvas! Stop vandalisme bro, ga ada indahnya yg
kaya gini!
Puas
membidik angle-angle bagus pake kamera hp gue, gue dan Andy memutuskan buat pulang karena sudah menjelang waktu maghrib dan matahari pun mulai menghilang.
Perlahan kita berjalan menuju area parkir yg ada di depan sambil sesekali
memandang ke arah dinding-dinding bangunan masjid pintu 1000 ini yg benar-benar
beda daripada bangunan masjid yg lain. Mungkin masjid Nurul Yaqin ini bukan
destinasi wisata religi masjid dengan bangunan yg mewah seperti masjid-masjid
besar di ibukota, namum masjid pintu 1000 menurut gue mampu memberikan
pengalaman tersendiri buat kita yg mau sejenak menyempatkan diri berkunjung
menikmati keunikannya dan mendekatkan diri pada Sang Maha Pencipta. Dan pengalaman
yg gue dapet di dalam ruang tasbih sepertinya harus loe coba guys, karena ini
yg beda dan unik dari masjid pintu 1000.
Note:
Siapkan
mental dan nyali, hati dan niat yg bersih jika berkunjung kemari. Dan ada
baiknya bawa lampu senter untuk penerangan saat masuk ke dalam. Di sini juga
ada yg jual senter seharga Rp 5.000,-. Kalo mau masuk ke dalam ruang tasbih,
ada baiknya tidak sendiri biar gak tersesat.
Komentar
Posting Komentar