Explore Dieng Plateau - Day 2 (Part 1)
.......
Day 2
Minggu, 11 September 2016
SUNRISE DI PUNCAK SIKUNIR
Merasakan malam pertama di Dieng,
amazing dinginnya! Jangankan malem, siang aja udah bikin males kemana-mana
karena udaranya yang emang menusuk tulang. Dan waktu menunjukkan jam 3 dini
hari. Gue bangun 5 menit lebih dulu sebelum alarm jam 3 gue ‘berteriak’. Kenapa
gue bangun jam segitu? Yap! Siapa sih yang mau melewatkan hunting sunrise
moment di puncak Sikunir di dataran tinggi Dieng? Dan pagi itu emang udah gue
planningkan buat nanjak ke bukit atau Puncak Sikunir buat menyaksikan langsung
sunrise kece yang khas Dieng yang biasa disebut ‘Golden Sunrise’ itu. Gue
siap-siap alat tempur hehehe, mulai dari kamera, tripod, monopod, kamera, jaket
gak boleh lupa, kalo yang gak kuat dingin boleh double, tripple, atau
berlapis-lapis jaketnya haha. Pokoknya pakai pakaian senyaman mungkin buat
menjaga suhu tubuh tetap nyaman dan gak kedinginan. Udah tau lah ya harus bawa
apa aja. Dan satu lagi nih, biasanya banyak yang salah kaprah, jangan lupa
pakai sepatu yang sekiranya nyaman buat tracking nanjak bukit Sikunir. Jangan
pakai high heels, karena kalo musim ujan atau pas lewat track yang tanah liat,
pasti hak nya nancep dan lu gak bisa gerak, akhirnya menimbulkan kemacetan
hahaha. Setelah semua siap, gue coba calling Mas Diky (guide gue, masih inget
kan?), dan ternyata juga udah siap buat let’s go! Setengah 4 keluar homestay
dengan pakaian dan peralatan lengkap menerjang dinginnya pagi yang masih gelap.
Bbbrrrrhhh!!! Kuat, kuat, kuat! Dan kita pun on the way naik motor menuju Desa
Sembungan, lokasi pendakian ke Puncak Sikunir. FYI guys, Desa Sembungan adalah
desa tertinggi di Pulau Jawa, yang berada di ketinggian 2000 mdpl! Keren kan?
Disana yang tinggi –tinggi ada semua, masjid tertinggi, warung tertinggi,
toilet tertinggi hahaha...
Desa Sembungan |
Perjalanan menuju lokasi pendakian
bukit Sikunir menempuh waktu sekitar setengah jam. Awal perjalanan fine-fine
aja, meski kaki gemeteran sepanjang jalan nahan dingin pas dibonceng naik
motor. Tapi masuk desa Sembungan, kendaraan makin padat sodara-sodara. Layaknya
mudik kemana gitu. Jalanan desa pagi itu dipenuhi motor dan mobil pribadi
maupun mobil carteran yang nganter rombongan wisatawan menuju bukit Sikunir.
Sempet stuck, akhirnya gue putusin turun dan jalan kaki, karena emang udah gak
begitu jauh lagi buat sampai di parkiran Sikunir. Sementara guide gue tetap setia
menerjang ‘kemacetan’. Setelah beberapa menit jalan kaki, sampailah gue di
lokasi parkir ketemu lagi sama guide setia gue hehehe. Dari lokasi parkir ini
udah keliatan jalur menuju puncak Sikunir. Oia, untuk tiket masuk menuju wisata
sunrise Sikunir ini Rp 10.000,- ya guys!
Untuk mendaki ke puncak Sikunir,
perlu waktu kurang lebih 30 menit. Track awal berupa paving block, sementara
kanan kiri banyak warung-warung yang
menjual makanan dan minuman. Pagi itu dengan kondisi yang masih gelap, gue
manfaatin cahaya senter ketika jalur pendakian mulai menjauh dari terangnya
lampu-lampu warung. Semakin menanjak dan makin rame dengan banyaknya pendaki
yang juga pengen bisa lihat sunrise Sikunir. Celotehan-celotehan mereka yang
mungkin belum pernah mendaki, ataupun mereka yang kelelahan menghiasi suasana
pada saat itu. Jalur pendakian berubah jadi tanah padat yang dimodifikasi
dengan kayu maupun bambu sebagai tumpuan berpijak oleh para pendaki. Jalur naik
dan turun pun terpisah. Dan di jalur pendakian ke Puncak Sikunir ini katanya
ada satu tanjakan bernama “Tanjakan Jomblo”, yang konon kalau pas nanjak sambil
nengok ke belakang kita bakal jomblo sekian tahun! Dihhh!!!! Amit-amit hahahaa!
Dan.....setelah kurang dari 30 menit akhirnya gue sampe di puncak Sikunir
dengan kondisi ramee bangettt, dan gue bingung cari tempat buat ‘buka lapak’
alias pasang tripod buat bikin timelapse sunrise. Di puncak Sikunir sendiri
ternyata gak cuma satu spot aja buat menikmati sunrise. Lahan yang
berbukit-bukit bisa kita manfaatkan buat menikmati view dari berbagai sudut.
Langit mulai terang, meski cahaya
merah dan biru yang membentuk gradasi masih menghiasi di antara megahnya view
Gunung Sindoro. Just FYI aja kalo cuaca lagi bagus dan cerah, dari bukit
Sikunir ini bisa keliata juga view Gunung Merapi dan juga Sumbing. Lampu-lampu
pedesaan di bawah sana masih ada
beberapa yang masih terlihat dari puncak Sikunir. Dan setelah sabar menunggu,
sektar jam 5 pagi lewat 40 menit, sang mentari pun nongol dengan cantik, meski
sedikit tersapu guratan-guratan awan di sana. Niat menikmati golden sunrise
bisa dbilang kali ini agak kurang beruntung karena faktor cuaca. Langitnya
emang lagi sedikit disapu sama garis-garis awan yang menghalangi sunrise pagi
itu. Tapi lama kelamaan, langit cerah, dan..... this is it!
Waiting for you, sunrise |
Rame yaaa.. |
Lautan awan! |
Salah satu track jalur pendakian ke puncak Sikunir |
Tempat sampah udah disediakan, tolong dimanfaatkan, jangan nyampah sembarangan! |
Perjalanan turun, macet! |
View Telaga Cebong, gak jauh dari jalur wisata Sikunir |
KAWAH SIKIDANG
Turun dari bukit Sikunir menikmati
sunrise hari Minggu pagi itu, dan memotret beberapa view di Telaga Cebong, gue
langsung menuju destinasi selanjutnya . Kali ini gue ke wisata Kawah Sikidang. Ada
banyak kawah di Dieng yang merupakan sisa aktivitas vulkanik pada jaman
purbakala, yang masih aktif sampe sekarang. Di antaranya adalah Kawah Sikidang,
Kawah Candradimuka, dan Kawah Sileri. Ketiga kawah tersebut dibuka untuk
wisata. Tapi ada juga kawah-kawah yang sengaja tidak diperuntukkan untuk wisata
mengingat aktivitas kawah yang sangat tinggi dan beracun, yaitu Kawah Timbang
dan Kawah Sinila. Dua kawah ini letaknya berdekatan. Tahun 1979 kawah Sinila
pernah meletus dan mengakibatkan gempa yang membuat warga sekitar panik, tapi
mereka malah terperangkap gas beracun dari Kawah Timbang yang terpicu dari
aktivitas kawah Sinila. Just FYI guys, kawah Timbang ini adalah kawah di Dieng yang punya kadar CO2
yang tinggi. Akibatnya sekitar 149 jiwa tewas akibatnya bencana pada saat itu.
Sejarah ini juga diulas dan ditayangkan di film dokumenter yang ditayangkan di
Dieng Plateau Theater. Dan di perjalanan gue ke Dieng kali ini cuma explore
Kawah Sikidang aja.
Back to Kawah Sikidang! Bisa dibilang
kawah ini paling populer di wisata Dieng, karena tempatnya yang gak begitu jauh
dari wisata-wisata sekitarnya. Tiket masuknya seharga Rp 15.000,- , sama dengan
tiket masuk kompleks Candi Arjuna. Jadi, buat pengunjung yang beli tiket kesini
bisa dipakai juga buat ke komplek Candi Arjuna. Memasuki lokasi wisata kawah
Sikidang, pertama-tama kita akan ketemu sama tulisan SIKIDANG di bagian depan,
dekat lokasi parkir. Setelah itu, untuk menuju ke kawah, jalan masuknya
ternyata lewat warung-warung kecil penjual oleh-oleh khas Dieng yang susananya
mirip kayak di pasar, karena saking banyaknya penjual. Tapi seru sih, hehehehe.
Buat kalian yang kesini, jangan lupa tetap pakai jaket karena udara juga dingin
dan biar gak kebakar juga kalo pas terik matahari. Jangan lupa juga masker,
karena bau kawah kadang lumayan menusuk. Di beberapa sudut lokasi sekitar
kawah, banyak disewakan spot-spot foto unik yang pastinya perlu bayar lagi,
buat kalian yang pengen coba foto. Dengan kata lain banyak penyedia jasa foto
disini dengan berbagai tema dan objek, mulai dari foto sama replika Gorilla,
sama burung hantu, dan masih banyak lagi termasuk penyewaan kuda dan juga motor
trail. Tapi saat itu gue lebih memilih langsung menuju ke dekat kawah.
Dinamakan kawah Sikidang karena
lokasi letupan air kawahnya gak menentu, alias melompat-lompat layaknya seekor kijang
(dalam bahasa Jawa : kidang). Kawah ini terbilang aktif tapi masih aman buat
dikunjungi karena kadar belerangnya pun tergolong rendah. Pusat kawahnya berada
di sebuah lubang besar yang dipenuhi asap tebal yang keluar dari aktifitas
vulkanik kawah. Kepulan asap terkadang memperlihatkan permukaan kawah yang
meletup-letup saat tertiup hembusan angin. Di situlah kita bisa lihat
letupan-letupan air kawah yang bergejolak seakan melompat-lompat bergantian
satu sama lain dari sudut yang berbeda. Gak
cuma di deket kawah, coba juga explore view sekitar kawah Sikidang dari
beberapa angle. Pasti seru, apalagi menikmati pemandangan dari atas sebuah
bukit kecil gak jauh dari pusat kawah. Dan yang unik juga di sini ada yang
jualan telur rebus yang langsung direbus di kawah! Penasaran? Kalo ke sini
cobain aja hehehe..
Pusat kawah Sikidang |
beberapa aktifitas kawah di titik-titik lain sekitar Kawah Sikidang |
Menikmati view kawah dari angle yang berbeda |
DIENG PLATEAU THEATER
Dari Kawah Sikidang, pagi itu juga
gue lanjutin jelajah Dieng dengan mengunjugi Dieng Plateau Theater. Lokasi
masuknya gak jauh dari wisata Kawah Sikidang, tapi lumayan juga nanjaknya.
Dieng Plateau Theater ini adalah sebuah tempat pertunjukkan yang menampilkan
informasi-informasi tentang seluk beluk Dieng, termasuk geografisnya, history,
sosial budaya, dan lain-lain. Bisa dibilang ini bioskop mininya Dieng hehehe.. Lokasi
wisata ini ada di sebuah area perbukitan, searah juga menuju wisata Batu
Ratapan Angin yang terkenal dengan view Telaga Warna dan Pengilon dari atasnya.
Mengingat ini adalah wisata indoor, jadi
mau gak mau kalo lagi musim libur panjang, wisatawan harus mengantri buat
masuk.. Tiket masuknya adalah Rp 10.000,-. Sampai di pelataran teater, gue gak
langsung beli tiket, tapi belok dulu ke warung-warung, maklum laper belum
sarapan hahaha. Dan abis sarapan pun gue langsung ke loket pembelian tiket.
Antri banget pagi itu. Dari depan teater ini kita juga bisa nikmati pemandangan
Dieng dari ketinggian. Dan setelah beberapa menit nunggu di luar, akhirnya gue
ikut rombongan selanjutnya buat masuk menikmati pertunjukkan. Ruangannya
sebenernya gak luas banget kaya bioskop, yah namanya juga bioskop mini ala
Dieng hehehe. Tapi mampu menampung sekitar 100 orang. Untuk film-nya sendiri
durasinya sekitar 23 menit. Film dokumenter tentang Dieng plateau ini dikemas
sedemikian rupa dengan backsound yang mampu bikin gue tersentuh dan haru di
bagian opening-nya hhohohho... Rasanya gak nyangka bisa berada di dataran
tinggi paling kece di Pulau Jawa ini. Ya! Paling indah menurut gue. Dan ada
cerita lucu juga di sini, mungkin karena faktor cuaca, suasana dan alunan musik
dari film, atau emang ngantuk karena pagi-pagi abis summit ke Puncak Sikunir,
banyak penonton yang bukannya nonton film tapi malah TIDUR bahahaha!! Sampe
film abis bro! Mantapp! Haahahaa.
Tampak depan Dieng Plateau Theater |
Let's play! |
to be continued ....
Komentar
Posting Komentar