Explore Dieng Plateau - Day 2 (part 2)
OK, kenangan Dieng masih stay in my
mind guys, hehehe. Kali ini gue mau lanjutin cerita trip gue ke Dieng beberapa
waktu lalu. Masih di hari kedua, di part kedua ini gue bakal ceritain beberapa
objek wisata Dieng yang gue datengin pas hari kedua setelah enjoy sunrise,
kawah Sikidang dan Dieng Plateau Theater. Apa aja? Check this out!
Tuk Bima Lukar
Pasti kalian rada bingung itu nama
objek wisata apa? Hahaha. Yap! Itu adalah salah satu objek wisata di Dieng
berupa mata air yang disakralkan alias mata air suci. Tapi kita masih bisa
mengunjugi dan ngerasain kesegarannya kok. Nama Bima Lukar sendiri sebenarnya
berasal dari cerita tokoh pewayangan Bima dari Pandawa yang bersaing dengan
Kurawa saat membuat sungai. Bima mendapat wangsit agar membuat sungai dalam
keadaan ‘lukar’ atau tanpa busana! What??? Agak sedikit aneh ya ceritanya. Dan
saat membuat sungai tersebut, Bima harus menggunakan alat vitalnya untuk
membuat lubang air dan mengairinya dengan air seninya. Perintah atau wangsit
ini dijalankan dan akhirnya Bima memenangkan lomba. Setelah berhasil membuat
sungai, Bima melihat seorang gadis cantik yang mandi di sungai yang baru saja
ia buat (btw cepet amat ya tuh gadis datengnya, padahal sungai baru jadi
hehehe). Saking terpesonanya, Bima mengucap “Sira Ayu” atau dalam bahasa
jawanya berarti kamu cantik. Kalimat itulah yang akhirnya membuat sungai
tersebut dinamakan sungai Serayu yang dikenal hingga saat ini.
Terlepas dari dongeng di atas, ada
satu mitos dari mata air suci Bima Lukar ini. Konon, mencuci muka atau mandi di
pancuran mata air ini membuat awet muda. Dan saya pun sudah membuktikan. Tanpa
krim anti aging, wajah saya jadi terihat cerah pemirsa hehehe. Ini cuma mitos
bro, yang mau nyoba ya monggo. Yang pasti airnya seger banget, gue aja nyobain
minum dikit :P . Tiket masuk sini udah termasuk tiket yang gue beli pas ke
Dieng Plateau Theater tadi, jadi bisa dipakai buat ke Bima Lukar juga. Lokasi
mata air Bima Lukar ini gampang banget guys. Gue aja gak nyangka kalo lokasinya
ada di bawah jalan raya Dieng sebelum sampai di Desa Dieng. Kalau kalian ke
Dieng, sebelum sampai di pertigaan desa Dieng, pasti kalian nemu tugu di kanan
kiri jalan. Nah, dekat tugu itu ada jalanan berundak atau anak tangga turun
menuju mata air Tuk Bima Lukar ini. Di sekitarnya banyak tumbuh pohon Carica,
pepaya khas Dieng di kebun-kebun penduduk sekitar. Gemericik air dari dua buah
pancuran yang mengucur bebas membuat suasana adem ayem saat berada di sini. Wisata
Tuk Bima Lukar ini punya tiga tingkat atau undakan. Bagian paling atas ada
tempat buat naruh sesaji. Lokasi ini bisa dbilang bagian yang disucikan. Di bawahnya
ada kolam penampung mata air, dan paling bawah adalah pancuran. Bersih
lokasinya , jadi jangan dikotorin ya!
---
Candi Dwarawati
Ini adalah candi yang ketinggalan.
Maksud gue gak gue kunjungi sekalian di hari pertama, di mana gue spent time
buat explore candi-candi di Dieng plateau. Tapi it’s OK lah, siang itu selepas
dari Tuk Bima Lukar, gue langsung menuju desa Dieng Kulon dimana candi
Dwarawati ini berdiri dengan sendirinya, mmmm... maksudnya candi ini sendirian
guys! Gak gabung sama candi-candi lain di kompleks Candi Arjuna. Meski
lokasinya yang agak terpencil, tapi gak kalah indah dan megah lho.. Untuk
menuju kesini kita lewat pemukiman warga dan juga ladang kentang. Arah jalannya
pun hampir sama dengan wisata Bukit Scooter. Di pelataran candi Dwarawati ini
terhampar rumput yang hijau dan juga kita bisa lihat view 360 derajat
gunung-gunung dan view perkampungan di bawah sana. Bisa dibilang candi ini
lokasinya di kaki gunung Prau, karena di sebelah timur jelas banget punggungan
gunung Prau. Gak ada pos penjagaan atau loket di candi ini, cuma dikelilingi
pagar kawat setinggi 1 meter.
View dari atas bukit di Candi Dwarawati |
---
Petak Sembilan Bukit Sidengkeng
Sebelumnya gue gak pernah riset
tentang wisata yang satu ini. Tapi pas hari pertama pulang dari Canfdi Bima,
gue lihat plang masuk area ini lengkap dengan nama wisatanya. Petak 9 atau
dikenal dengan bukit Sidengkeng. Lokasi ini finally gue pilih dan gue kunjungi
setelah istirahat siang gue di homestay. Sekitar jam 2 siang gue kesini dan tau
tujuan gue apa? Pengen nikmatin view Telaga Warna dan Pengilon dari angle
yang berbeda. Mungkin kebanyakan orang
liat view Telaga Warna dari Batu Ratapan Angin. It’s OK lah, tapi gue juga
pengan donk, nyoba sesuatu yang beda, mumpung lagi di Dieng guys! Di wanawisata
Petak 9 ini kita bisa lihat pemandangan Telaga Warna dan Telaga Pengilon dari
sudut yang berlawanan dari Batu Ratapan Angin. Perlu waktu sekitar 10 menit
buat mendaki bukit ini untuk dapetin view yang kece. Meski masih belum dibangun
anak tangga dengan semen, yang unik adalah anak tangga di sini dibuat dengan
karung-karung berisi tanah padat dan disusun sedemikian rupa menyerupai anak
tangga. Asik juga lompat-lompat dari karung satu ke karung yang lain. Sampai di
atas, semilir angin sepoi dua poi menyambut dengan ramah. Hati-hati juga pas
udah di atas bukit ini karena belum ada pembatas di tepinya. Gak lucu juga
kepeleset ke bawah dan plung....! Atas bukit Sidengkeng ini berupa lahan datar
yang gak begitu luas, dan biasa dipakai camping juga lho. Ada juga tempat duduk
kekinian di pohon yang disediakan buat duduk-duduk manis sambil menikmati
pemandangan telaga di bawah sana. Gue juga nyoba naik dan foto-foto sambil
sesekali menikmati syahdunya keindahan Telaga Warna. Karena lokasi ini
berhadapan langsung (meskipun jauh di sana) dengan Batu Ratapan Angin, gue pun
sempat berpikir, kayaknya enak nih kalau ada wahana flying fox dari Batu
Ratapan Angin ke bukit Sidengkeng Petak 9 melintas di atas danau!
Wahahahaha.... Oiya, selain menyuguhkan pemandangan danau dari atas bukit,
wisata Petak 9 ini juga tempat konservasi atau budidaya macam-macam tanaman
endemik. Selain ada beraneka tanaman pohon, memasuki area wisata ini kita juga
disambut dengn indahnya bunga terompet dan juga bunga Pancawarna. Tujuan dari
hal ini adalah agar tempat ini bisa dipakai juga buat pembelajaran tentang
aneka ragam flora. Dan tiket masuk lokasi wisata ini adalah Rp 5.000,-.
Menuju Bukit Sidengkeng |
Di antara bunga-bunga Pancawarna |
---
Telaga Warna & Pengilon
Memang rasanya gak komplit kalo cuma
bisa nikmatin view telag hits dan andalan Dieng ini dari atas saja. Gue pun
nyoba liat lebih dekat danau alami yang punya warna berubah-ubah ini. Warna khasnya
adalah hijau tosca, dan terkadang berubah jadi lebih kebiru-biruan. Di samping
telaga warna ada telaga Pengilon yang setia mendampingi. Tuh, danau aja
berduaan, masa kalian enggak? Hahaha. Gak usah gue jelasin lagi ya kenapa
dinamakan Telaga Warna. Nah kalo Telaga Pengilon berasala dari bahasa Jawa,
dimana pengilon sendiri berarti cermin yang dipakai untuk berkaca. Jadi saking
beningnya tuh air danau bisa buat ngaca. Dari cerita-cerita legenda yang gue
baca, ada seorang ratu dan putri cantiknya mandi di Telaga Pengilon. Nah,
karena saking asiknya mandi, tiba-tiba datang angin kencang yang menerbangkan
pakaian sang Ratu dan putri tadi, trus kebawa angin dan nyemplung di danau
sebelahnya. Nah, karena pakaian tadi berwarna-warni, maka lunturlah warna nya
ke dalam air telaga, dan jadilah telaga warna hehehe. Begitulah kisahnya. Namun
terlepas dari legendanya, warna air telaga yang berubah-ubah adalah karena air
danau ini mengandung sulfur dan terkena pantulan sinar matahari. Makanya kalo
cuaca dan sinar matahari lagi cerah, warna air telaga pun terlihat lebih indah
dan aduhai. Kalau kita mencoba menjelajah beberapa sudut danau, ada spot-spot
bagus buat foto-foto, terutama di sebuah gubuk di tepi telaga, yang hits dan
instagramable pokoknya! Selain itu ada beberapa goa seperti Goa Semar yang di
depannya terdapat arca wanita membawa kendi. Selain itu ada juga Goa Jaran dan
Goa Sumur. Konon goa-goa di sekitar telaga ini sering dipakai untuk meditasi. Dan
kalau kalian nyoba mendekat dengan telaga warna, jangan heran kalau bau
belerang ya, karena di sekitar danau lebih tepatnya di samping tebing ada
kepulan asap tipis yang merupakan kawah yang masih aktif.
Tetap jaga kebersihan ya guys! |
---
Batu Ratapan Angin
Sore pun datang, dan hujan pun mulai
ganggu kebahagiaan gue sore itu saat mau keluar dari area telaga Warna. But
show must go on! Masih bersama guide setia gue, lanjut ke destinasi terakhir di
hari kedua gue di Dieng. Masih dengan pemandangan telaga warna, kali ini gue
mau ikut-ikutan ngelakuin hal mainstream: foto ala-ala di atas batu ratapan
angin, dengan harga tiket masuk Rp 10.000,-.
Perjalanan menuju tempat ini sama
arah dengan ke Dieng Plateau Theater, dan masih naik lagi. Setelah parkir
motor, gue sempat lari-larian ala film bollywood trus neduh tiba-tiba di sebuah
warung kecil. Setelah hujan keliatan agak reda, gue pun naik ke lokasi batu
ratapan angin, menuju ke sebuah bangunan yang digunakan buat neduh. Hanya ada
beberapa pengunjung yang ada di situ pada saat itu. Emang sengaja gue setting
sore dateng kesini biar gak terlalu rame dan antri buat foto-foto di batu. Tapi
baru mau seneng-seneng, hujan tambah deres lagi. Halahhhh... nunggu dulu sambil
ngobrol-ngobrol sama tongsis dan ambil beberapa stock shoot buat bahan editing
dokumentasi trip gue ke Dieng. Beberapa menit kemudian, hujan reda meski langit
masih mendung-mendung dan kabut menyelimuti tipis-tipis agak tebal (eh gimana
si maksudnya?). Sebuah pemandangan mengejutkan terjadi di danau Pengilon di
bawah sana sodara-sodara. Abis ujan airnya jadi keruh. Ehhh... gak jadi kaca
tempat bercermin lagi deh hahaha. Tapi view sore itu masih menyuguhkan
keindahan kok. Gue pun berhasil mengabadikan momen-momen terbaik di atas Batu
Ratapan Angin, termasuk di lokasi wisata yang baru mulai dibuka yakni Jembatan
Merah Putih. Jadi kita juag menikmati keindahan 2 danau hits di bawah sana
sambil melintas di jembatan gantung pakai alat pengaman demi keselamatan.
Karena saat melintas di atas jembatan ini pasti goyang-goyang dan keenakan. Dengan warna khas merah dan putih membuat
jembatan ini memiliki nama beken: jembatan merah
putih. Sayangnya gue kesana kesorean dan udah tutup. Do you dare for this? Coba
aja guys, kalo kalian dateng ke sini!
Akhirnya gue tutup hari kedua trip
gue di Dieng sejak pagi-pagi ngejar sunrise sampai sore di atas batu ratapan
angin. Lelah, ngantuk, laper, jadi satu. Tapi keseruan trip hari kedua itupun
menutup segala duka hahaha. Masih ada waktu gue satu malam dan setengah hari
lagi keesokan harinya di Dieng. Kemana lagi besok? Tunggu cerita selanjutnya di
hari ketiga gue!
See you guys!
Komentar
Posting Komentar