GUNUNG SLAMET: Menggapai Atap Jawa Tengah 3428 mdpl
Untuk
para pecinta hiking, bisa menapaki puncak gunung-gunung tertinggi adalah suatu
keinginan dan harapan. Sudah jadi bucket list sejak 2016 lalu, alhamdulillah
tahun ini, tepatnya 17-18 Agustus 2017 lalu, gue diberi kesempatan untuk bisa
merasakan dahsyatnya track menuju puncak 3428 mdpl, Gunung Slamet, via jalur
Bambangan, Purbalingga, Jawa Tengah. Seperti biasa, cerita pendakian kali ini
pun akan gue jabarkan dalam bentuk artikel, dan juga video di YouTube. Check
this out!
Sebelum masuk ke cerita perjalanan, gue pengen
bahas sekilas tentang Gunung Slamet ya guys! Gunung Slamet secara administratif
terletak di beberapa kabupaten, yakni Brebes, Tegal, Banyumas, Purbalingga, dan
Pemalang. Masing-masing wilayah kabupaten pun punya jalur-jalur pendakian yang
bisa diakses oleh para pendaki yang ingin menuju puncak tertinggi kedua Pulau
Jawa ini. Gunung dengan ketinggian 3428 mdpl ini menyuguhkan track pendakian
yang begitu menguras tenaga dan nyaris tanpa ‘bonus’. OK, mungkin ada yang
belum tahu apa istilah bonus dalam
pendakian. Jadi yang dimaksud ‘bonus’ adalah track atau jalan yang rata/landai
saat mendaki gunung. Jadi saking capeknya nanjak terus, pas nemu jalan landai
kita sebut bonus hehehe. Gunung Slamet ini termasuk gunung berapi dan masih
aktif sampai sekarang, gak heran kalau sekitar tahun 2014 silam gunung ini
pernah mengalami erupsi dan mengharuskan jalur pendakian ditutup. Di puncaknya
pun terlihat kawah yang diameternya cukup lebar dan masih menunjukkan aktivitas
vukaniknya. Dan untuk jalur pendakiannya yang paling terkenal dan paling
dilintasi adalah jalur Bambangan di Purbalingga. Gue dan temen-temne pun
memutuskan untuk pilih jalur ini karena emang lebih recommended dan paling
ramai dilalui pendaki yang ingin menuju puncak Slamet.
Gapura menuju jalur pendakian |
_____
BASECAMP
-> POS 1 (PONDOK GEMBIRUNG: 1937
mdpl)
Jarak
: ± 1950 m
Perkiraan
waktu tempuh : 2 jam
Realita : 2 jam
Perjalanan
dari basecamp menuju pos 1 ini mengingatkn gue pas naik ke Ciremai 2015 lalu.
Di mana track pertama adalah kita melewati ladang sayuran, trus masuk ke area
hutan pinus. Perjalanan pun gak sebentar, perlu waktu 2 jam untuk sampe di pos
1 yang bernama Pondok Gembirung.
Track awal, area ladang sayuran |
Di
tengah perjalanan menuju pos 1 ada sebuah shelter yang dipenuhi warung yang
menjajakan makanan ringan dan juga aneka minuman untuk pelepas dahaga. Dan yang
paling bikin ngiler adalah potongan-potongan semangka yang siap menyambut kita
yang sedang lapar atau haus hehehe. Rasakan sensasi makan semangka di gunung
guys, cuma Rp 3.000 per potong. Jangan protes kalau harganya mahal ya, wajar,
bawa nanjak ke warung yang ada di jalur pendakiannya pun perlu tenaga. Sempat
seneng banget kalo kita udah sampe pos 1, tapi ternyata shelter tadi hanyalah
pos bayangan hahaha.
Tim gabungan |
Gardu pandang, di bawah sini kita serahkan bibit pohon yang kita bawa dari basecamp. |
Bonus dikit |
Pos bayangan sebelum pos 1. Jajan dulu |
OK lah, setelah istirahat bentar, kita lanjut ke pos 1 dengan medan yang terus menanjak melalui hutan pinus, yang masih didominasi dengan track tanah. Sempat kebayang seandainya pas naik kemarin lagi hujan, betapa licinnya jalur itu. Untungnya cuaca sedang bersahabat.
Masuk hutan pinus |
Sampai pos 1 |
Dua jam sudah
kita ‘pemanasan’, sampailah kita di pos 1, Pondok Gembirung. Pos 1 ini berupa
bangunan semi permanen yang dibangun untuk tempat berteduh kalau-kalau lagi
hujan. Di sekitarnya pun ada beberapa warung kecil dengan dagangan sama dengan
yang ada di pos bayangan tadi. Yang khas dari warung-warung yang berjualan di
track pendakian Gunung Slamet ini adalah: tempe mendoan, semangka, nasi
bungkus, minuman, dan masih ada lagi. Dan ternyata warung-warung ini ada sampai
pos 5 ! Weww!! Penasaran? Coba aja ke gunung Slamet hehehe.
POS
1 -> POS 2 (PONDOK WALANG: 2256 mdpl)
Jarak
: ± 725 m
Perkiraan
waktu tempuh : 1,5 jam
Realita : 2 jam
Menuju
pos 2, Pondok Walang, perjuangan mulai bener-bener terasa. Gak ada bonus!
Nanjak aja terus sampe gue jadian sama Isyana hahaha. Track nya masih sama
dengan menuju pos 1, tapi mulai masuk ke area hutan belantara yang dipenuhi
dengan pepohonan besar, bentuknya kadang aneh, dan terkesan pohon-pohon yang
ada di jaman purbakala yang dipenuhi tanaman merambat atau apa itulah namanya
hehehe. Biar lebih jelas, coba lihat aja foto-fotonya di bawah. Tapi kalo
dipikir-pikir instagramable juga guys.. hehehe. Lebih lambat setengah jam dari
prediksi, jam setengah 3 sore kita baru tiba di pos 2 yang kondisinya gak jauh
beda dengan pos 1. Gak ada bangunan dari bedeng di sini, hanya beberapa warung
dan tempat duduk dari kayu dan bambu untuk melepas lelah. Pepohonan tinggi dan
lebat seakan mengingatkan kita kalau kita emang bener-bener udah masuk kawasan
belantara Gunung Slamet. Di area ini cukup bisa dipakai untuk mendirikan tenda.
Menuju Pos 2 |
nemu aja spot bagus hehhe |
Yeay! Pos 2. |
POS
2 -> POS 3 (PONDOK CEMARA: 2510 mdpl)
Jarak
: ± 625 m
Perkiraan
waktu tempuh : 1,5 jam
Realita : 1,5
jam
Gak
banyak perbedaan jalur menuju pos 3 dari jalur menuju pos-pos sebelumnya. Cuma
jalur yang kita lewati akan semakin menanjak tanpa ampun dan sesekali ‘dihadang’
akar-akar pepohonan yang menyambut perjalanan kita. Hati-hati kesandung akar.
Gak jarang kita harus benar-benar merangkak karena terjalnya jalur yang ita
lalui. Tenang, akar-akar atau ranting-ranting kuat akan membantu kita untuk
sekedar pegangan. Hari semakin sore, sekitar jam 4 sore lewat gue, Wildan, dan
Faishal pun sampai di pos 3. Sedangkan rombongan dari Bandung yang tadi sempat
bareng sampai pos 2 udah duluan. Gak mau
lama-lama berhenti di pos 3 karena hari udah sore dan menjelang petang, kita
pun bergerak lagi menuju pos selanjutnya, pos 4!
Semangat pos 3 dikit lagi hehehe |
YOSSSHH !!! |
Ketemu di jalur ke Pos 3, para calon dokter dari Unsoed Purwokerto. Lupa namanya :D |
Masih ada tempat di Pos 3 untuk 'nenda' |
POS
3 -> POS 4 (SAMARANTU: 2688 mdpl)
Jarak
: ± 600 m
Perkiraan
waktu tempuh : 1,5 jam
Realita : 1 jam
Satu
jam perjalanan dari pos 3, sampailah gue sore itu di pos 4, Pos Samarantu.
Sekitar jam setengah 6 sore, udah mau maghrib, gue masuk ‘gerbang’ pos 4
yang ditandai dengan dua pohon besar yang seakan-akan membentuk gapura pintu
masuk. Sedikit cerita, nama Samarantu ini konon diambil dari dua kata yakni
Samar dan Hantu. Gak usah gue jelasin, gue udah merinding duluan, kampret!
Hahaha. Cerita yang berkembang adalah pos 4 ini adalah titik sentral (cia
elahh) atau pusatnya dunia gitu-gituan, sebut saja hal gaib. Jadi katanya dua
pohon besar tadi pintu masuk menuju kerajaan gaib di Gunung Slamet.
"The gate" |
Mungkin
yang naik sini beberapa pernah mengalami cerita-cerita horor terutama saat
berada di pos Samarantu ini. Makanya di pos 4 ini tidak dianjurkan untuk
mendirikan tenda. Kalau kita mikir positif sih ya emang karena lahannya gak
cocok aja buat ‘nenda’, karena lahannya terjal, trus banyak banget pepohonan
besar nan lebat, trus banyak akar-akar menjalar di mana-mana. Jadi kurang
strategis buat nge-camp. Tapi kalau baca-baca cerita di blog-blog tetangga, ya
ada aja yang ‘nekad’ bikin tenda dan bermalam di situ, dan ada juga yang
disuguhin suara-suara ganjil.... dan genap mungkin hahaha. Kebetulan gue pas
lewat sini cuma berdua sama Wildan, sementar Faishal udah duluan, karena sore itu
emang gue sama Wildan yang sering banget berhenti karena capek atau sekedar
atur napas. Sejenak gue diem lihat sekeliling, sok-sok’an berani
mentang-mentang masih terang. Gue ambil gambar beberapa jepretan, fokus ke
tulisan di papan penanda kecil yang bertuliskan : POS SAMARANTU, buat
dokumentasi dan juga video. Angin sore semilir lembut meniup area pos 4 yang
sepi (untung gue gak merinding). Sempat preview hasil bidikan kamera gue
barusan , dan gak ada yang macem-macem
atau gambar ngeblur karena guncangan tangan gue atau kurang fokus. Semua OK. Gue denger Wildan
ngajak segera lanjut lagi karena emang gak mau lama-lama di situ. Akhirnya kita
lanjut menuju pos 5. (SAMPAI RUMAH PAS
UDAH PULANG, SEMUA FOTO GUE YANG UDAH DI-PREVIEW TADI, 3 JEPRET HASILNYA BLUR
SEMUA! TERIMAKASIH! SKIP!!)
Blur ya? Iya. |
POS
4 -> POS 5 (SAMYANG RANGKAH: 2795 mdpl)
Jarak
: ± 325 m
Perkiraan
waktu tempuh : 45 menit
Realita : 1 jam
Hari
pun mulai gelap. Tinggal lah gue sama Wildan di track menuju pos 5 dari pos 4
tadi. Gak ketemu sama satu pendaki pun. Kaki juga mulai gak bisa di ajak
kompromi, mulai keram. Salah satu solusi adalah berhenti, dan bolak balik
berhenti. Sampai gue lihat jam tangan yang udah menunjukkan jam 6 maghrib, kiat
berdua memutuskan buat benar-benar berhenti. Karena kayaknya gak pantes aja
waktu maghrib tetap gas. Kita berhenti sambil ngobrol dan mengistirahatkan kaki
yang dikit-dikit ‘minta berhenti’. Setelah 10 menit break, kita pun lanjut
menuju pos 5 yang sepertinya udah gak jauh lagi. Track nya? Jangan ditanya,
nanjak terus, akar-akar di tanah yang melintang juga masih suka ngaget-ngagetin
kaki buat melangkah. Cuma cahaya headlamp yang menerangi jalan kita saat itu,
dengan terus positive thinking, sampailah kita di bawah pos 5, yang udah
terdengar suara Faishal yang dari tadi jalan dan sampai lebih dulu. Kita
bertiga pun kumpul kembali. Waktu menunjkkan jam setenngah 7 malam. Suasana di
pos 5 cukup ramai dengan tenda-tenda pendaki yang sampai di lokasi itu lebih
dulu. Sampai kita kesulitan buat nyari lahan buat mendirikan tenda. Kita juga
ketemu sama tenda dan rombongan Reyhan, tim dari Bandung yang tadi sempat
bareng di awal track. Di sampingnya ada lahan kosong untuk ‘nenda’, meski agak
miring dan gue pun menyarankan lahan itu ke Wildan dan Faishal. Tapi Faishal
lebih merekomendasikan tempat pilihannya, sekitar 5-10 meter jauhnya dari
lokasi gue tadi, dan agak ‘terpisah’ dari tenda-tenda pendaki lain. Gue
bersikeras buat nolak bikin tenda di lahan pilihan Faishal dengan satu alasan
yang gak mau gue ungkap saat itu dan sampai gue nulis artikel ini. Udah ya,
intinya saat itu kita putuskan bangun tenda di tempat yang gue pilih, bukan
egois sih, tapi karena lokasinya juga lebih deket sama tenda-tenda pendaki
lain. Jadi kita bermalam di situ, masak dan makan seadanya karena udah
terlanjur capek. Lokasi pos 5 ini juga ada beberapa warung kecil. Mesi lahannya
berada di kemiringan, tapi ada beberapa lapak yang cocok untuk mendirikan
tenda. Berada di bawah pepohonan rindang membuat aman dari terpaan angin secara
langsung, ini juga salah satu pertimbangan kita juga buat camp di pos 5
(padahal rencana awal pengen di pos 6). It’s OK, lah... dan jam 10 malam pun
kita putuskan buat tidur karena besok pagi-pagi kita masih punya misi:
menggapai puncak Slamet.
Foto di samping tenda tempat nge-camp di sekitar Pos 5. |
------------
Sabtu, 18 Agustus 2017
POS
5 -> POS 6 (SAMYANG KATEBONAN: 2909 mdpl)
Jarak
: ± 300 m
Perkiraan
waktu tempuh : 40 menit
Realita : 30
menit
Niat
gue pengen ajak Wildan sama Faishal buat start summit attack jam 2 atau jam 3
pagi, biar bisa sampai di puncak Slamet sepagi mungkin sambil hunting sunrise. Tapi
Wildan lebih milih buat gak terlalu pagi-pagi banget, jadi kita jam 4 pagi baru
start dari pos 5, tempat kita nge-camp. Padahal buat sampe ke puncak masih
butuh waktu sekitar 3-4 jam lagi, dan mungkin lebih. Dan prediksi gue dengan
jam 4 pagi baru start, pasti pas menuju puncaknya cuaca udah mulai panas. Tapi
dengan bismillah, perlahan kita menuju pos 6 yang gak jauh dari pos 5. Meski
udah sepi pendaki yang mulai summit, karena mostly udah pada jalan jam 2 dan
jam 3, kita tetep jalan bertiga melawan dingin dan gelapnya belantara Slamet
demi 3428 mdpl. Setengah jam perjalanan, sampailah kita di pos 6, Samyang
Katebonan (tapi papannya salah tulis mungkin: Samyang Jampang)
POS
6 -> POS 7 (SAMYANG KENDIT: 3040 mdpl)
Jarak
: ± 315 m
Perkiraan
waktu tempuh : 1 jam
Realita : 30 menit
Jarak
tempuh antar pos mulai dari pos 5 ke atas emang udah gak sejauh pos-pos
sebelumnya. Terbukti dari pos 5 ke 6, dan 6 ke 7 bisa kita tempuh dengan waktu
setengah jam-an. Untuk tracknya tetap dengan tanjakan tanpa ampun dan kembali
dengan suguhan track tanah berdebu. Kenapa berdebu? Karena musim kemarau. Parah
banget debunya, so jangan lupa pakai masker atau buff deh! Beruntung kita
nanjak gak pas bareng-bareng atau pas rame pendaki lain, gak kebayang kan
ngebulnya debu jalanan kayak apa. Sesekali kita berhenti sekedar atur napas,
sambil coba tengok langit dan pemandangan city light di bawah yang udah mulai
sedikit nampak. Oia, pos 6 dan pos 7 ini masih recommended buat mendirikan
tenda ya guys.. Lahannya masih cocok buat nenda, meski gak seluas di pos 5.
Selain itu adanya pepohonan juga masih aman untuk melindungi terpaan angin atau
badai secara langsung. Beda dengan pos 8, yang kondisinya udah mulai terbuka
dan jarang pepohonan.
Naik
ke gunung Slamet kita harus punya spare air yang cukup karena susah ditemukan
sumber air di gunung ini. Infonya sih di jalur Bambangan ini ada sumber mata
air di dekat pos 5 dan untuk ambilnya pun agak susah tracknya. Dan kebetulan
karena kemarau, kemarin sumber airnya lai kering. Jadi persiapkan persediaan air
yang cukup untuk kebutuhan masak dan minum selama di gunung ya..
POS
7 -> POS 8 (SAMYANG JAMPANG: 3092 mdpl)
Jarak
: ± 80 m
Perkiraan
waktu tempuh : 30 menit
Realita : 15
menit
Ini
track terpendek antar pos yang ada di jalur Bambangan menuju puncak Slamet. Mulai
jarang pepohonan kecil dan sesekali mulai kita temui tanaman bunga edelweiss
(jangan dipetik ya..). Saat itu kita sampai pos 8 sekitar jam 5 pagi lewat.
Langit jingga pun mulai nampak perlahan. Meski kita yakin gak bakal bisa lihat
sunrise dari puncak Slamet, tapi kita tetep enjoy dan happy saat itu. Karena
kita makin dekat dengan pos 9 sebelum kita berjuang menerjang medan terjal khas
gunung Slamet menuju puncaknya.
menuju pagi |
POS
8 -> POS 9 (PELAWANGAN: 3172 mdpl)
Jarak
: ± 110 m
Perkiraan
waktu tempuh : 30 menit
Realita : 1 jam
Jangan
liat realita waktu tempuh kita menuju pos 9 ya, bukan karena kita lambat. Tapi
pagi itu kita sempat berhenti bentar sekitar 20 menitan sebelum pos 9 buat
enjoy sunrise moment dulu. Jadi sekita jam 6 pagi kurang, pas matahari terbit,
di sebuah lahan di bawah sebelum pos 9
ada semacem padang ilalang yang gak begitu tinggi dan rerumputan hijau. Di situ
areanya bener-bener terbuka dan cocok buat menikmati view sunrise dan
pemandangan daratan di bawah sana yang mulai terlihat jelas. Dari sini view
Gunung Sindoro-Sumbing pun mulai nampak, begitu juga dengan Merbabu dan dataran
tinggi Dieng.
Coba tebak itu gunung apa aja guys? |
Wildan is hugging morning |
Demi Edelweiss, ya, Wil? :D |
Pagi itu cerah banget. Ini yang bikin kita makin semangat buat
lanjut ke atas, ke puncak maksudnya. Sampai akhirnya kita tiba di pos Pelawangan
(bukan Plawangan di Rinjani ya..) jam 7 pagi. Ingat, gak dianjurkan buat
mendirikan tenda di sini. Lagian gak mungkin juga lah, sempit dan terbuka gitu.
Bahaya kalau sewaktu-waktu ada badai. Dan pos 9 ini menjadi ‘gerbang’ menuju
perjuangan selanjutnya menuju puncak dengan medan bebatuan terjal dan tanah
keras, areal terbuka, tanpa pepohonan satu pun. Sepintas ala-ala mendaki puncak
Semeru, tapi medan yang kita tempuh didominasi oleh kombinasi tanah padat,
kerikil, bebatuan yang sewaktu-waktu juga bisa menggelinding dari atas. Dan
kita benar-benar akan mendaki!
Lanjut pos 9 ! |
Ready to hike ! |
POS 9
-> PUNCAK (3428 mdpl)
Jarak
: ± 600 m
Perkiraan
waktu tempuh : 1,5 jam
Realita : 1 jam
Jam
7 pagi, saat matahari udah mulai panas, gue mulai merangkak menuju puncak
Slamet. Gak cuma gue tentunya, tapi masih banyak pendaki lain yang juga tengah
berjuang menggapai puncak tertinggi di Jawa Tengah itu. Cukup kesulitan juga
pas nanjak karena kerikil-kerikil yang kadang membentuk gundukan menyulitkan
langkah gue buat terus menuju atas. Saran dari gue, dan ini pengalaman yang gue
dapet dari pendakian ke Gunung Guntur di Garut dulu, cari medan yang padat dan
kuat buat diinjak selama mendaki. Jangan menginjak gundukan pasir karena pasti
kita bakal mundur lagi karena gampang longsor. Karena di gunung Slamet ini
lebih banyak track tanah padat dan batu, gue lebih milih nyari medan tersebut
ketimbang bersusah-susah di gundukan pasir yang juga malah bikin debu
berhamburan. Tapi tetap waspada juga karena batu yang kita injak untuk pijakan
atau pegangan mudah longsor dan malah membahayakan. Jadi cari batu atau pijakan
yang kuat. Nah sebaliknya saat turun, lebih gampang lewat track berpasir atau
kerikil, karena lebih cepat gerak ke bawahnya mengikuti ‘longsoran’ gundukan
kerikil. Tapi tetap hati-hati guys! Tetap ingat titik awal kita mendaki sebagai
patokan saat kita turun. Mengingat sering banget akhir-akhir ini sering terjadi
pendaki hilang karena nyasar gara-gara salah jalan saat turun dari puncak, dan
bahayanya lagi malah nyasar jatuh ke jurang!
Matahari
makin terik, meski masih pagi. Teriakan pendaki lain yang udah sampe puncak
atau yang masih di medan pendakian terdengar mengiringi semangat pagi itu.
Sesekali berhenti buat break dan minum atau sekedar atur napas. Tetap jangan
lupa bawa bekal air minum selama menuju puncak, meski barang-barang yang berat
seperti carrier kita tinggal di tempat camp. Jangan sampai dehidrasi saat
mendaki. Dan setelah satu jam lamanya berjuang menerjang medan terjal,
sampailah gue di puncak Gunung Slamet.
Top of 3428 mdpl |
Terbuka.
Pandangan terbuka 360 derajat. Awan-awan tipis yang menyelimuti langit di
sekitar Jawa Tengah pagi itu mulai terlihat. Semilir angin yang membawa hawa
dingin dan segar masih menemani. Celotehan-celotehan para pendaki mewarnai pagi
hari di puncak tertinggi kedua di Pulau Jawa itu. Gue coba jalan menuju titik
trianggulasi di mana terdapat papan penanda di mana puncak Slamet berada. Dari
beberapa sumber yang gue baca, puncak Slamet punya nama lain puncak ‘Surono’.
Entah kenapa. Tapi apapun itu, gue terpesona dengan suasana di titik 3428 mdpl
ini. Kalau kita menghadap ke sisi barat, kita bisa lihat kawah dengan diameter
yang lebar menganga dan berwarna putih yang menandakan kandungan belerang yang
tinggi. Untuk menuju ke sana, kita harus menuruni medan yang gak begitu sulit
dari atas puncak Slamet, lalu naik lagi ke sebuah punggungan gunung. Dari sana
view kawah akan lebih jelas terlihat. Tapi pagi itu, gue pilih menghabiskan
waktu di puncak Slamet aja hehehe..
Travelmates: Luffy & Panda hehehe |
Kawah Gunung Slamet |
Puas
menikmati suasana puncak tertinggi di Gunung Slamet, sekitar jam 10 pagi gue
dan temen-temen putusin buat turun kembali menuju tempat camp di pos 5.
Matahari makin menyengat panasnya, tapi masih bisa tersapu dinginnya angin
gunung yang menerpa. Waktu tempuh pas turun pastinya lebih cepet dibandingin
pas muncak. Anggap aja dari pos 5 ke puncak tadi sekitar 4 jam. Nah, turunnya,
cuma 2 jam. Separonya lah.. Tapi yang agak ganggu pas turun adalah debu di
sepanjang track sampai pos 8 masih ‘ngebul’ parah. Tapi sebaliknya, kalo
mungkin saat itu ujan, pasti track bakal licin dan ...rrrggghhh! Dan sekitar
jam 12 siang, kita sampai di pos 5, gak langsung ke tenda tapi mampir dulu ke
warung dan apa lagi kalo gak nyari semangka. Hahahaha...
Setelah
masak, makan, dan beres-beres plus bongkar tenda, jam 2 siang gue dan
temen-temen turun buat kembali ke basecamp Bambangan. Perjalanan pulang juga ga
kalah seru, karena bawaannya happy dan pengen segera sampe basecamp. Setiap pos
kita berhenti buat jajan semangka hehehe. Pokoknya waktu turun, semangka jadi
moodbooster kita saat itu. Sampai di pos 1, sore hari sekitar jam 5 dan cuaca
mulai berkabut pas masuk hutan pinus dan agak sedikit gerimis. Alhamdulillah
meski pas maghrib kita masih di perjalanan menuju basecamp, tepatnya di dekat
gardu pandang, meski kabut tebal gak ada halangan atau yang aneh-aneh. Padahal
waktu itu suasananya udah kaya di film-film horor wkwkwk.
Kabut di jalur Pos 1 menuju kembali ke basecamp |
Dan setengah 7 malam,
kita sampai dengan selamat di basecamp Bambangan, titik awal pendakian kita. Alhamdulillah
banget. Sampai di basecamp pun kita harus lapor ke petugas, sekaligus ambil KTP
yang sebelumnya ditinggal di basecamp. Suasana malam itu juga cukup rame oleh
pendaki yang juga baru turun. Sempat mandi di kamar mandi yang ada di belakang
basecamp juga ,meski sambil kejang-kejang karena airnya dingin banget hehehe.
setelah itu gue sama temen-temen mutusin buat nyari tempat istirahat sekitar
basecamp karena gak memungkinkan istirahat di basecamp dengan kondisi rame
kayak gitu. Dan kita juga ga mungkin balik ke Purwokerto karena udah gak ada
kendaraan kesana. Akhirnya kita dapet tempat istirahat di rumah seorang warga
yang ada gak jauh dari basecamp dengan tarif Rp 15.000 per orang. Karena kita
bertiga, yang seharusnya bayar Rp45.000, kita kasih aja deh Rp 50.000 sekalian
bertiga. Di situ juga kebetulan ada warung makannya juga, jadi keesokkan
harinya kita juga sekalian beli sarapan disitu. Katanya sih di sekitar basecamp
Bambangan emang ada beberapa rumah yang biasa dipake tempat istirahat sama
pendaki-pendaki yang baru turun dari Gunung Slamet. Murah pula tarifnya hehee..
Dan di rumah yang kita tempatin tadi banyak banget stiker dari beberapa
komunitas pendaki yang tertempel di kaca jendela, tandanya emang sering banget
tempat ini dipake lokasi istirahat oleh pendaki. Pagi harinya, setelah sarapan,
kita pamit dan balik lagi ke Purwokerto, terutama Wildan yang pagi itu balik
duluan karena ngejar kereta jam 10 pagi ke Solo. Sedangkan gue dan Faishal
pulang jam 9 pagi. Agak kesulitan juga pagi itu nyari angkutan langsung ke
Purwokerto karena emang gak ada trayeknya. Jadi mau gak mau bisa ikut angkot
balikan yang abis nganter pendaki dari Purwokerto ke Bambangan. Alternatif lain
adalah carter mobil dari Bambangan, biasanya ada aja sih yang nawarin jasa
carteran. Lebih murah kalo bareng-bareng jadi biaya patungannya lebih murah.
Waktu itu kita dapet barengan anak-anak dari Jakarta, 3 orang yang juga mau
balik ke Purwokerto tapi mampir dulu ke wisata Baturaden. Ongkos carter mobil
waktu itu Rp 375.000 dibagi 5 orang, jadi tiap orang kena Rp 75.000.
Jalan-jalan dulu ceritanya sebelum balik ke Purwokerto, lagian waktu itu juga
gue dapet kereta ke Jakarta yang jam 10 malem. So masih ada waktu seharian buat
maen-maen di Purwokerto. Baturraden ini ada di kaki gunung Slamet juga loh,
wisatanya juga banyak. Nah, mau tau kemana tujuan kita waktu itu? Tunggu aja, ceritanya
bakal gue share di blog ini juga guys..! Pokoknya perjalanan mendaki gunung
tertinggi di Jawa Tengah kali ini bener-bener menyenangkan! Cuaca mendukung,
gak ada kendala, perjalanan lancar, dan turun dengan selamat, sama dengan arti
nama gunungnya, Slamet. Satu kata tentang gunung Slamet, terutama
track-nya: M A N T A P.
_____________
Thank's udah nyimak artikel gue, jangan lupa follow instagram gue juga @gusstrav adn subscribe channel YouTube gue juga: GUSSTRAV
Komentar
Posting Komentar