Backpacker ke Pangalengan Part 2: Kebun Teh Malabar & Rumah Bosscha
Cerita
gue kali ini adalah lanjutan dari Backpacker ke Pangalengan Part 1 yang
sebelumnya ngebahas tentang Situ Cileunca dengan segala pesonanya. Masih di
kawasan Pangalengan, Bandung Selatan, kali ini gue bakal ajak loe semua buat
ikutin cerita perjalanan gue ke area Perkebunan Teh Malabar, kurang lebih 7 km
ke arah timur Situ Cileunca atau dari kecamatan Pangalengan. Mungkin kalo kebun
teh doang udah bosen kali ya, tapi tunggu dulu! Di sekitar area kebun teh ini
ada rumah peninggalan orang Belanda yang juga pendiri perkebunan teh di Malabar
ini, yakni rumah Bosscha. Udah tau Bosscha? Pasti kalian langsung mengarah ke
obsrvatorium atau teropong bintang Bosscha yang ada di Lembang? Yap!! Bener
banget, karena Bosscha juga tokoh yang ikut serta dalam pembangunan teropong bintang
d Bosscha. Untuk lebih jelasnya, simak cerita dan video nya dulu yuk!
Pagi
itu , sekitar jam 9, gue lanjutin perjalanan gue dari mengeksplor keindahan
Situ Cileunca menuju kebun teh Malabar yang memang gue set sebagai destinasi
kedua gue hari itu. Dari Situ Cileunca gue harus balik lagi ke pusat kecamatan
Pangalengan, atau terminal Pangalengan. Karena angkutan menuju Malabar bisa
kita dapetin dari sini. Biar lebih cepet, kalian bisa nunggu atau nyari angkot
yang menuju Malabar dari depan pasar Pangalengan. Pasar Pangalengan sendiri gak
jauh kok dari terminal Pangalengan. Ongkos sampai depan gerbang perkebunan teh
Malabar adalah Rp 6.000,-. Jangan lupa pegangan ya selama berada di angkot,
karena jalannya kebanyakan nanjak dan banyak yang rusak di beberapa titik.
Jangan takut kebablasan, karena supir angkotnya udah tau kalo kita bilang mau k
kebun teh Malabar. Sekitar setengah jam perjalanan, akhirnya gue sampe di depan
gerbang area kebun teh milik PTPN VIII Malabar. Gerbang ini ditandai dengan
gapura yang bertuliskan Selamat Datang di Perkebunan Teh Malabar IPDP.
Pas
dateng, gue langsung nyebrang dan masuk ke kawasan kebun teh yang ijo banget
ini. Gue langsung antusias sama rumah Bosscha yang ada di kawasan ini juga.
Tapi ternyata masih jauh dan masuk terus ke dalam guys! Ada lah, sekitar
sekilo. Tapi karena gue udah niat dan semangat, ditambah sambutan perkebunan
teh yang hijau terhampar luas, membuat gue terus melangkahkan kaki menuju rumah
Bosscha. Di tengah perjalanan, ada jalan bercabang dan ada petunjuk arah menuju
makam Bosscha. Makam? Yap! Selain rumah, Bosscha juga dimakamkan di sekitar
perkebunan teh di Malabar ini. Dan itupun karena permintaannya sendiri sebelum
meninggal. Ia dimakamkan di sebuah tempat yang teduh, di bawah pepohonan
rindang dan agak sedikit terpencil. Katanya sih, tempat ini dulunya sering
dipakai Bosscha buat menyendiri atau sekedar meghabiskan waktu sendiri. Yahh,
bisa dibilang lokasi PW nya Bosscha lah! Makamnya juga unik guys, karena
atapnya beebentuk setengah lingkaran mirip topi. Konon, bentuk atap memang
disamakan dengan topi yang biasa dipakai oleh Bosscha semasa hidupnya.
Menuju Rumah & Makam Bosscha |
Jalan menuju makam Bosscha |
Kita
tinggalin dulu makam Bosscha, lanjut sampai ke rumah Bosscha. Setelah tracking
kecil di antara hamparan kebun teh, sampailah gue di depan pintu gerbang
Malabar Tea House, atau biasa disebut dengan Rumah Bosscha. Tertulis angka 1896
yang merupakan tahun pembangunan rumah ini. Saat masuk, biasanya pengunjung
membayar Rp 5000,- kepada security yang jaga di pos depan rumah ini. Halamannya
luas, ada taman-taman dengan aneka bunga, pohon-pohon yang besar dan tinggi,
adem deh pokoknya. Tanpa menunggu lama, gue langsung masuk ke mendekati
bangunan tua itu.
Wisma Malabar, di sisi Rumah Bosscha |
Ketika
sampai di depan rumah Bosscha, kita bakal lihat papan bertuliskan Wilujeng
Sumping (selamat datang) di Rumah Bosscha. Rumah ini juga bagian dari
Agrowisata PTPN Unit Malabar. Kalau kita coba masuk ke dalam rumah ini, kita
bisa lihat desain rumah yang begitu tempo dulu banget, dan seakan-akan kita
dibawa ke masa itu. Ada beberapa barang koleksi Bosscha jyang terpajang rapi di
setiap sudut ruangan. Mulai dari piano, angklung, wayang golek, dan lainnya.
Halaman belakang |
View Gunung Nini dari belakang rumah Bosscha (rumah kecil itu penginapan juga lho) |
Kalau
bicara tentang Bosscha, dari beberapa sumber yang gue baca, ternyata sosok
Bosscha ini gak seperti kebanyakan orang Belanda pada jamannya yang selalu
menjajah. Mungkin dalam benak kita, orang Belanda pada masa dulu datang ke
Indonesia pasti untuk menjajah. Tapi ternyata, Bosscha ini bisa dibilang
mengabdikan seluruh hidupnya di tanah
pasundan, khususnya Pangalengan. Konglomerat asal Belanda yang punya nama
lengkap Karel Albert Rudolf Bosscha ini adalah sepupu dari Kerkhoven yang
merupakan pendiri dari perkebunan teh di Malabar. Ketika tahun 1896, Bosscha
diangkat menjadi administratur perkebunan ini. Di bawah pemerintahannya pun,
perkebunan yang saat ini dipegang oleh PTPN VIII meju pesat. Tenaga kerjanya
pun dari penduduk sekitar, bahkan sampai saat ini. Makanya jangan heran kalau
di sepanjang jalan menuju Malabar Tea House banyak warga yang berlalu lalang,
karena memang akses jalan juga dipakai untuk menuju perkampungan warga yang
mayoritas bekerja di perkebunan teh Malabar. Di belakang area rumah Bosscha
juga terlihat sebuah di sebelah barat, yang biasa disebut dengan Gunung Nini.
Tempat inilah yang biasa dipakai Bosscha memantau seluruh aktivitas perkebunan
setiap harinya.
Peran
Bosscha bisa dibilang sangat besar buat Bandung. Gak cuma perkebunan teh
Malabar aja guys, tapi dia juga turut serta dalam pembangunan Kampus ITB,
Gedung Merdeka yang ada di kota Bandung, dan juga teropong bintang atau yang
biasa disebut observatorium Bosscha. Mungkin saking cintanya dengan perkebunan
teh yang dia kembangkan , akhirnya dibangunlah rumah untuk tempat tinggalnya
yang sampai saat ini masih berdiri kokoh. Hingga akhirnya dia meninggal dan
dimakamkan di sekitar area perkebunan teh Malabar juga. Dan kini rumah dan
makamnya banyak dikunjungi wisatawan, yang ingin tahu seperti apa sosok Bosscha
dan ceita masa hidupnya. Dan pas gue dateng kesini, ada satu rombongan turis
Belanda yang berkunjung kemari. Mungkin bagi mereka berkunjung ke rumah nenek
moyang mereka kali ya? Hehehehe..
Sebenarnya
di sini gak cuma ada bangunan rumah Bosscha aja guys, tapi buat kamu yang
pengen berlama-lama di sini, ada juga villa kayu dan cottage yang disewakan
secara komersil pastinya bagi pengunjung. Sedikit unik ya, karena bisa menginap
di sisi rumah atau museum Bosscha dan pastinya berada di antara keindahan view
perkebunan teh Malabar dengan background Gunung Nini. Kebayang kan pas
pagi-pagi bangun tidur view nya gimana? Dan harga sewa penginapannya pun
beragam, mulai dari harga Rp 450.000 s/d Rp 1 jt per malam. Dan asal kalian tau
aja, lokasi ini dulu pernah juag dipakai buat syuting film Heart loh, masih
ingat kan ? Hehehe.. FYI guys, buat kalian yang pengen menginap di Wisma
Malabar, bisa hubungin kontak FO ini ya : 085320371164
Yes,
itu tadi perjalanan terakhir gue buat explore Pangalengan. Dalam satu hari gue
bisa menikmati pesona Situ Cileunca dengan jembatan cintanya, dan juga
perkebunan teh Malabar dengan keunikan rumah/museum Bosscha dan juga bisa
berkunjung langsung ke makamnya. Meski belum sempat nyoba ‘nanjak’ ke Gunung
Nini karena keterbatasan waktu dan cuaca saat itu hehehe. Tapi it’s OK lah,
mungkin next time bisa dateng ke sini lagi. Thank’s udah mampir di artikel gue
kali ini, see you good travellers!
Komentar
Posting Komentar