HARMONY OF TEMANGGUNG : Wisata Alam Posong & Embung Kledung
Setelah
tahun lalu berkesempatan explore kawasan Dieng di Wonosobo dan Banjarnegara,
awal April kemarin gue seneng banget bisa kembali explore di sebuah daerah,
masih di Jawa Tengah, gak jauh dari Wonosobo, yakni Kabupaten Temanggung. Meski
gak banyak tempat wisata yang gue datengin, at least gue bisa ngerasain
indahnya suasana dan udara segar di sana. Ditambah daerah yang gue singgahi
berada di antara kaki gunung Sindoro dan Sumbing. Sebenarnya destinasi utama
gue di Temanggung kali ini adalah spot hunting sunrise di Wisata Lembah Posong
yang ada kawasan Kledung. Nah, seperti apa perjalanan solo travelling gue
disana kali ini ? Let’s go!
Day
1 – 8 April 2017
Berangkat
sore dari Terminal Poris Plawad naik bus Sinar Jaya jurusan Wonosobo, harusnya
jam 6 pagi udah sampai di Wonosobo. Karena macet di Cikampek, tiba di terminal
Mendolo, Wonosobo pun telat alias kesiangan, sekitar jam 9 pagi. It’s OK lah,
ini gak telat-telat banget sih hehehe. Setelah ‘numpang’ mandi dan beli sarapan
di terminal, perjalanan ke Temanggung gue lanjutkan naik bus kecil jurusan
Wonosobo-Magelang, bus Cebong Jaya namanya. Bus ini beroperasi dari pagi sampe
malem. Dari Wonosobo ke tujuan gue di Temanggung, tepatnya di Kecamatan
Kledung, butuh waktu sekitar 45 menit naik bus ini. Kalau cepet cuma setengah
jam. Ongkosnya cuma Rp 12.000,-. Perjalanan menuju Temanggung melewati jalanan
yang penuh tanjakan dan tikungan. Plus nya adalah kita bisa lihat view gunung
Sumbing dan Sindoro.
Jam
11.30, gue sampai di Kecamatan Kledung, Temanggung. Gue sengaja gak langsung ke
penginapan karena pengen ke sebuah destinasi wisata yang cukup terkenal di
Temanggung, bernama Embung
Kledung. Lokasinya gak jauh dari kantor Kecamatan Kledung. Embung
Kledung ini berupa sebuah bendungan penampungan air berbentuk persegi dengan
panjang setiap sisinya 83 meter dan kedalamannya 3 meter. Airnya cukup jernih,
dan terkadang berbagai jenis ikan yang hidup di kolam raksasa ini muncul ke
permukaan. Air yang tertampung di embung ini berasal dari air hujan. Kata ‘embung’
sendiri berasal dari bahasa Jawa yang berarti kolam/waduk atau tempat
penyimpanan air. Meski bentuk embung di sini berbeda dengan embung-embung yang
lain yang ada di berbagai wilayah seperti di Kabupaten Gunung Kidul, Embung
Kledung yang berbentuk persegi ini punya khas tersendiri, yakni berada di
antara kaki gunung Sindoro dan Sumbing. Jika cuaca sedang cerah, kita dapat
berfoto-foto dengan background Gunung Sindoro atau Gunung Sumbing. Udara yang
sejuk pun menjadi daya tarik wisatawan yang datang berkunjung kesini. Di tepi
embung pun disediakan area untuk jalan kaki dan juga bangku-bangku. Yang sangat
disayangkan adalah coretan-coretan alay yang pastinya gak bertanggungjawab. Gak
cuma di bangku-bangku, tapi vandalisme ini juga ada di tepi embung. Untuk
keamanan, Embung Kledung ini dibatasi pagar besi dengan tinggi sekitar 1 meter
mengelilingi kolam persegi itu.
View dari sisi atas embung Kledung
Sayang sekali pemirsa, pucuk gunung Sindoro terselimuti kabut
Embung
Kledung ini memang awalnya dipakai untuk tempat penampungan air atau persediaan
air jika musim kemarau datang. Jangan salah, meski berada di kaki gunung, ada
beberapa daerah di Temanggung yang masih kesulitan air saat musim kemarau
datang. Air yang ada di embung ini akan digunakan untuk keperluan irigasi
perkebunan dan pertanian yang ada di sekitar embung. Embung Kledung ini emang
terletak di tengah-tengah area perkebunan sayur milik warga sekitar, mulai dari
kol, cabe, bawang, dll. Seiring berjalannya waktu, embung ini dimanfaatkan pula
untuk pariwisata. Tiket masuk ke wisata Embung Kledung adalah Rp 3.000,-,
sedangkan untuk parkir motor Rp 2.000,- dan Rp 5.000,- untuk mobil. Meski
lokasinya ada di kawasan perkebunan, lokasi wisata Embung Kledung ini lumayan
gampang dijangkau dari jalan raya. Kalau naik bis dari Wonosobo, gue kemarin
bilang ke supir bis nya turun di Kledung atau sebutin aja Embung Kledung. Ada
petunjuk arah menuju ke embung, tepatnya di sisi sebuah makam di tepi jalan
raya. Jalanan menuju embung melewati pemukiman warga dan kebun sayuran, berupa
jalanan batu yang dipadatkan atau yang biasa disebut makadam. Jangan takut
nyasar kalo mau ke embung, bisa tanya-tanya juga ke warga sekitar kok. Dan
kebetulan kemarin gue dianter sama temen baru gue, kenal dari instagram,
namanya Lutfi, asli anak Kledung,
Temanggung. Matursuwun bro! (follow instagramnya juga ya @lutfy_wibisono hehehe..)
Akses menuju Embung Kledung
Area parkir
ALAY!
Ada ikan-ikan
Sindoro juga sedang tertutup kabut
Toilet
Sekitar
jam 1 siang, gue putuskan untuk meninggalkan lokasi Embung Kledung, karena gue
rasa puas foto-foto dan menikmati udara segar di lokasi ini. Masih sama temen
baru gue, Lutfi (bukan Luffy bajak laut topi jerami ya..) gue lanjut perjalanan
menuju Desa Tlahab, tempat penginapan gue berada. Tapi ada satu tempat lagi
yang pengen gue datengin hari itu, yang katanya cukup hits di Temanggung, yaitu Jembatan Sigandul, yang belum lama diresmikan. Jembatan Sigandul ini dibangun
untuk menggantikan jembatan yang lama yang punya jalur ekstrim dengan turunan
dan tikungan tajam. Konon, jalur ini sering mengakibatkan kecelakaan. Jadi gak
salah kalo dibangun jembatan baru dengan jalur baru juga. Nah, lalu apa yang
bikin gue pengen datang liat jembatan ini ? Pasti dari desain dan struktur dari
jembatan itu sendiri, dimana beton penyangganya bentuknya berupa lengkungan
yang membuat kesan unik, terlebih jika dilihat dari bawah atau dari kejauhan.
Saat melintas diatas jembatan pun tidak ada yang spesial, terlebih saat ini
jembatan Sigandul sudah ramai dilintasi kendaraan yang berlalulalang setiap
harinya. Tapi kalau dilihat dari jarak jauh atau bawah jembatan akan lebih
terlihat lebih artistik.
Jembatan Sigandul baru
Jalur
Jembatan Sigandul ini adalah akses utama penghubung Wonosobo menuju Temanggung,
Magelang, dan wilayah-wilayah lainnya. Setelah diresmikan tanggal 31 Agustus
2016 lalu, dibangunnya jalur dan
jembatan baru ini, diharapkan mampu mengurangi angka kecelakaan . Lalu bagaimana jalur dan jembatan yang lama?
Meski udah gak dipakai, jalur lama masih sering didatangi anak-anak atau warga
sekitar yang ingin sekedar berfoto-foto. Menikmati view dari kemegahan Jembatan
Sigandul sore itu menjadi penutup jalan-jalan gue di Temanggung di hari
pertama.
Jembatan lama, view dari atas jembatan baru. Jalur lama sudah tidak dipakai.
Jam
3 sore, gue menuju lokasi penginapan di Desa Tlahab, masih Kecamatan Kledung,
Temanggung. Gue menginap di rumah penginapan milik Pak Cinta (bisa dibaca Pak
Cinto). Unik ya namanya hehehe. Beliau tinggal bersama istrinya, disebuah rumah
berbentuk L yang juga gabung dengan penginapan. Di sini ada 3 kamar yang
disewakan,, kebetulan saat itu semua kamar kosong jadi gue bebas pilih kamar
yang mana aja. Murah lho, di sini semalam cuma Rp 150.000, udah include makan
malam dan sarapan. Kasurnya ukuran untuk 2 orang, sebenarnya 3 orang juga muat
hehe.. Meski gak ada fasilitas TV seperti penginapan-penginapan elit, gak
masalah buat gue. Lagian liburan gue niatnya menjauh dari keramaian, jadi gak
ada TV gak rugi lah hahaha. Rumah Pak Cinta ini khas rumah-rumah Jawa jaman
dulu, yaa gak dulu-dulu amat sih. Di depan 3 kamar yang ada , ada lorong
penghubung ruang tamu menuju ruang tengah yang sekaligus jadi ruang makan. Di
beberapa sudut ruangan terdapat beberapa mesin jahit milik Bu Cinta yang emang
suka banget menjahit sebagai aktivitas sampingan. Meski sudah berumur, beliau
tetap aktif berkarya.
Menuju desa lokasi penginapan rumah Pak Cinta
Sisi depan rumah Pak Cinta
Pak Cinta bilang, caping identik dengan dirinya. Jadi pas mau difoto dia minta harus pake caping
Yang ini sisi depan penginapannya
Ruang tamu
Lorong menuju ruang makan dan dapur
Kamar tidur yang nyaman
Mesin jahit, teman kesibukan Bu Cinta
Gak cuma menjahit, Pak Cinta dan istri juga aktif di
usaha industri rumahan dengan berbisnis
kopi asli Temanggung dan juga kerupuk Jagung. FYI guys, gue juga baru ngerasain
kemarin yang namanya kerupuk jagung, dan yang paling penting adalah kerupuk
jagung milik Pak Cinta ini ‘no MSG’, jadi gak salah kalau beliau meng-klaim
sebagai cemilan sehat. Harga per-kg nya Rp 40.000,-. Selain kerupuk jagung,
aneka kopi khas Temanggung juga bisa dipesan langsung ke Pak Cinta, terutama
buat kalian pecinta kopi.
Ruang makan
Sarapan sehat di suatu pagi
Kopi hasil panen Pak Cinta
Aneka produk yang dipasarkan Pak Cinta: kopi arabica khas Temanggung dan kerupuk jagung
Buat kalian yang pengen order produk-produk buatan Pak Cinta, atau mungkin mau mampir dan menginap di sana, bisa hubungi beliau di 085201523989
Masih tentang rumah Pak Cinta, di depan rumah beliau
banyak ditanam aneka tanaman bunga, dan juga ada kolam ikan. Adem deh pokoknya
di sini. Kalau cuaca cerah, kita juga bisa lihat view puncak Gunung Sumbing
dari penginapan Pak Cinta. Sempat ngobrol banyak dengan beliau, terutama
masalah pertanian di sekitar desa. Karena sama-sama orang Jawa dan kebetulan
gue ngerti masalah pertanian (secara bapak gue tani hahaha) jadi nyambung aja
ngobrolnya, seru kayak ngobrol sama mbah sendiri hehehe. Dan ternyata Pak Cinta
juga punya saudara yang tugas sebagai bidan di salah satu daerah di Pacitan,
Jawa Timur, di kampung halaman gue. Jadi bisa saling tukar cerita tentang
daerah masing-masing. Setelah mandi, sore menjelang maghrib sempat diajak Pak
Cinta juga buat jalan-jalan keliling lingkungan sekitar, salah satunya ke
tempat sumber air di Desa Tlahab. Menjelang malam, gue istirahat di homestay
Pak Cinta dan mungkin karena saking capeknya, pas dibangunin buat makan malam
gak bangun-bangun hahaha. Ngapunten Pak..
Banyak tanaman dan kolam ikan di sekitar pekarangan
Day
2 – 9 April 2017
Alarm
handphone teriak-teriak tepat jam setengah 5 pagi. Setelah subuh, gue pun
siap-siap buat ‘perang’. Kemana? Ya inilah tujuan utama gue ke Temanggung,
berburu sunrise di Taman Wisata Alam Posong, salah satu spot hunting sunrise
ter-hits di Temanggung, Jawa Tengah. Dari tempat Pak Cinta di Desa Tlahab,
perlu waktu sekitar 15-20 menit naik kendaraan. Kebetulan kemarin gue naik ojek
yang udah disiapin sama Pak Cinta. Maksudnya, Pak Cinta punya saudara yang bisa
anter gue ke Posong pagi-pagi buta, jam 5 kurang, dan sekalian nantinya bakal
nganter-nganterin gue jalan-jalan. Normalnya, kalau kalian naik ojek ke Posong
ongkosnya sekitar 10-20 ribu. Gak mahal juga sih, karena emang jalannya juga
lumayan menantang, terutama saat melewati tanjakan. Gak perlu khawatir nyasar,
karena jalan arah menuju Posong cukup mudah. Dari tepi Jalan Raya Parakan –
Wonosobo Km 9 ada gapura bertuliskan “welcome to Posong”. Akses menuju Posong
berupa jalanan berbatu yang sudah dipadatkan alias makadam. Meskipun begitu,
beberapa tanjakan tajam siap menghadang. Jalanan ini cuma muat untuk ukuran
satu mobil. Jadi kalau ada mobil papasan harus minggir salah satu hehehe. Pagi
itu sebelum matahari nampak, udara dingin khas pegunungan di ketinggian 1600
mdpl pun menyapa. Kanan kiri berupa perkebunan sayuran, tembakau, dan kopi.
Track awal menuju Posong
Kanan kiri perkebunan sayur dan kopi
Sampai
di kawasan Posong, gue pun langsung berjalan mencari spot strategis buat
bersiap menikmati sunrise yang bentar lagi bakal ‘tampil’. Jam 5 pagi lewat
sekian, meski masih agak-agak gelap, situasi di Posong saat itu udah lumayan
rame dengan mereka-mereka para sunrise hunter. Kondisi ini mengingatkan gue
saat di Puncak Sikunir, Dieng tahun lalu, dimana ratusan orang memadati bukit
hanya untuk melihat golden sunrise khas Dieng. Tapi bedanya dengan Posong
adalah, di wisata alam Posong ini lahannya lebih luas dan tidak se-crowded di
Sikunir. Makanya di Posong gue bebas nyari spot yang pas buat menyambut
sunrise. Jam 05:33 WIB, langit timur mulai memerah, tanda matahari akan muncul
bentar lagi. Penampakan gunung Sumbing pun makin jelas terpampang nyata di
depan sana. Dan setelah sabar menunggu, akhirnya sunrise pun datang, nampak
indah, sebuah ‘kuning telor’ menyembul dari balik awan di timur sana. Lalu.....
zzzzzzzzzzzz tertutup awan mendung! BETE! Hasil video timelapse yang gue bikin
pun jadi kurang memuaskan. Yasudahlah..
namanya juga alam gak bisa ditebak, mungkin pagi itu gue kurang beruntung buat
lihat ‘a perfect sunrise’.
Detik-detik sebelum sunrise
Sekilas
tentang wisata alam Posong ini memang terbilang baru di Temanggung, terutama di
sosial media. Lokasi wisata di lembah gunung Sindoro ini baru diresmikan oleh
bupati Temanggung pada bulan Desember 2016 lalu. Kawasan Posong ini memang
berada di tengah area perkebunan tembakau dan sayuran. Jadi jangan heran kalau
kalian kesini, kalian juga bakal lihat aktivitas para petani yang sedang sibuk
di ladang. Disini tersedia banyak gazebo yang dibuat untuk para pengunjung yang
ingin bersantai menikmati keindahan alam. Jadi jangan khawatir kepanasan atau
kehujanan. Lagian di sini udaranya sejuk kok, secara gitu lho berada di
ketinggian 1600 mdpl. Jangan takut kelaparan karena banyak terdapat warung atau
cafe ala-ala yang banyak jual kopi khas Temanggung dan juga makanan-makanan
ringan. Fasilitas toilet dan tempat sampah pun sudah tersedia. Jadi gak ada
alesan ya buat kalian buang sampah sembarangan. Keep being a responsible
traveller, guys! Untuk tempat parkir juga ada di bawah, sebelum kalian menuju
area yang lebih tinggi. Oiya, tiket masuk ke wisata alam Posong ini seharga Rp
7000,-. Murah kan? Tapi belum termasuk parkir ya. Lokasi loketnya akan kalian
temui sebelum kalian melalui track menuju Posong. Jadi di kawasan Posongnya
kalian tinggal bayar parkirnya aja. Dan untuk rute menuju kesini, jika kalian
dari arah kota Wonosobo, kalian naik bus kecil Cebong Jaya jurusan
Wonosobo-Magelang. Bilang Pak Supir turun di gapura Posong, pasti udah tau, dan
gak mungkin diturunin di Magelang hahaha. Nah, sampai di depan gapura Posong,
baru deh sambung pake ojek. Wisata alam Posong ini juga bisa jadi alternatif
jalan-jalan kalian yang pengen menikmati indahnya golden sunrise selain di
Bukit Sikunir Dieng di Wonosobo.
OK,
guys, sepertinya cukup itu aja yang bisa gue share ke kalian tentang pengalaman
backpacker gue ke Temanggung. Sebuah perjalanan yang menyuguhkan perpaduan atau harmoni antara keindahan dan keramahan alam. Banyak pengalaman yang gue dapet pastinya.
Pengalaman perjalanan, lokasi baru, teman baru, dan pasti dengan gue menginap
di rumah Pak Cinta, rasanya jadi kaya punya saudara baru, udah kayak mbah
sendiri hehehe. Dan pastinya dimanapun, kemana pun kita pergi tetap jaga sopan
santun dan attitude kita. Jadilah traveller yang mengesankan untuk orang lain,
terutama buat penduduk lokal yang daerahnya kita singgahi. Matursuwun
Temanggung!
Kalau pagi2 buta ada baiknya minta tlng p cinta buat nyari in ojek biar dpesenin dr sore sblm nya atau malem. Kalo jalan kaki lumayan juga jalanan nya nanjak trus hehe
Jarak dari penginapan pak Cinta ke posong jalan kaki jauh. Ga mas?
BalasHapusPertanyaan yang sama. Tapi mungkin kalo naik motor 15-20 menit, jalan kaki kirakira bisa 1 jam an ya?.
HapusApa pak cinta bisa selalu menyediakan ojek atau kita bisa cari ojek sendiri untuk ke posong kalau pagi buta?
Rencana mau kesana usai corona 😁
Kalau pagi2 buta ada baiknya minta tlng p cinta buat nyari in ojek biar dpesenin dr sore sblm nya atau malem. Kalo jalan kaki lumayan juga jalanan nya nanjak trus hehe
Hapus